presiden indonesia 2014 - Dia Adalah Presiden Pengganti SBY - RAngkuman Berita Terbaru
Headlines News :
Home » , » presiden indonesia 2014 - Dia Adalah Presiden Pengganti SBY

presiden indonesia 2014 - Dia Adalah Presiden Pengganti SBY




Diskusi politik pada setiap menjelang pergantian kepemimpinan di Indonesia selalu diwarnai komentar para futurolog Jawa tentang sosok pemimpin yang akan tampil dengan berbagai akibatnya. Para spiritualis atau mistikus saling melontarkan pendapat berdasarkan pakem kepemimpinan yang ditulis oleh para pujangga masa lalu atau sesuai pandangan batin mereka sendiri, atau berdasarkan hasil perhitungan jangka yang mereka pelajari.

Selain melalui media massa dan secara nasional, perbincangan itu juga terjadi pada kalangan masyarakat bawah di warung-warung kopi atau hanya pada kalangan orang-orang tertentu.

Perbincangan mistis tentang sosok pemimpin baru yang paling marak terjadi pada masa-masa akhir kekuasaan Presiden Soeharto, terutama menjelang Sidang Umum MPR 1998. Di antara pakem kepemimpinan yang terkenal ialah Notonegoro. Artinya, nama tokoh yang akan menjadi pemimpin atau presiden di Indonesia nama akhirnya sesuai urut-urutan dalam pakem tersebut. “No” pertama adalah Soekarno, “To” adalah Soeharto, dan nama akhir presiden ketiga juga “No”. Perdebatan tentang sosok presiden pengganti Soeharto sangat menarik karena saat itu orang yang bersaing merebutkan posisi cukup banyak, dan di antara mereka memiliki nama akhir “No”, yaitu Soedharmono (mantan Wapres), Try Sutrisno (Wapres), Moerdiono (Mensesneg), dan R. Hartono (KSAD).

Pakem tersebut surut dari perbincangan setelah tokoh yang muncul sebagai Presiden RI ketiga adalah B.J. Habibie. Dan, pakem tersebut benar-benar tidak lagi menjadi dasar pembicaraan setelah dua orang presiden berikutnya adalah K.H. Abdurrahman dan Megawati Sukarnoputri — yang namanya tidak sesuai dengan kata yang berurutan dalam pakem itu. Pakem tersebut diperbincangkan lagi lagi setelah tampilnya Susilo Bambang Yudhoyono. Tafsir yang kemudian muncul ialah bahwa “No” (ketiga) yang dimaksud ialah Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri tidak masuk dalam pakem karena dianggap hanya sebagai presiden transisi.

Pakem lain yang lebih terkenal ialah Satrio Piningit, ramalan yang diyakini sebagai buah pikiran pujangga legendaris Ronggowarsito. Menurut Rongowarsito, ada tujuh satrio piningit yang akan muncul sebagai pemimpin di wilayah seluas wilayah Kerajaan Majapahit (Nusantara): (1) Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, yaitu pemimpin yang akrab dengan penjara, yang membebaskan bangsa Indonesia dari cengkeraman penjajah; (2) Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar; yaitu pemimpin yang kaya harta (mukti) dan berwibawa atau ditakuti, tetapi dia akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan; (3) Satrio Jinumput Sumelo Atur, yaitu pemimpin yang diangkat bagai dipungut; (4) Satrio Lelono Topo Ngrame, yaitu pemimpin yang suka mengembara yang memiliki tingkat religiusitas tinggi; (5) Satrio Piningit Hamong Tuwuh, yaitu pemimpin yang membawa kharisma leluhurnya; (6) Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, yaitu pemimpin yang berpindah tempat dan akan menjadi peletak dasar dasar sebagai pembuka gerbang menuju keemasan; dan (7) Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu, yaitu pemimpin yang sangat religius sehingga ia diibaratkan seorang pendeta atau Begawan yang senantiasa akan bertindak atas dasar hukum Tuhan.

Pakem yang kami uraikan dalam buku ini hampir tidak pernah didengar atau dibicarakan oleh publik karena tidak pernah dipublikasikan. Pakem ini hanya diketahui oleh orang-orang tertentu yang jumlahnya pun sangat terbatas karena penyampaiannya hanya dilakukan secara temurun dari orangtua kepada anak-anaknya. Pakem ini disampaikan oleh Imam Masdariyanto, seorang mantan Kepala Desa di Jember, Jawa Timur. Ia memperoleh pakem ini dari ayahnya, Syamsul Hadi, seorang carik (sekretaris desa) Desa Srengat, Blitar, pada 1972.

Pakem ini lebih konkret karena menyebutkan julukan berdasarkan keberadaan sang tokoh serta menguraikan perjalanannya dengan vulgar. Dalam bab pertama, misalnya, dijelaskan bahwa Rojo Kapisan adalah pemimpin (presiden) yang proses pemilihannya tanpo serat, tidak disertai hiruk pikuk kampanye pemilu atau pemilihan presiden (pilpres). Juga disebutkan bahwa Presiden RI pertama adalah pemimpin yang dapat mengangkat martabat bangsa Indonesia (ngangkat martabet bongso).

Uraian dalam bab kedua juga cukup jelas, bahwa tampilnya Rojo Kapindho (Presiden Soeharto) didahului dengan malapetaka, yakni peristiwa G 30 S dan pembantaian terhadap aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI). Dan, bersamaan dengan tampilnya Jenderal Soeharto di pentas nasional, akeh kawula kang ora ngerti apa-apa dadi tumbaling negara (banyak rakyat kecil yang tidak berdosa, yang tidak tahu-menahu tentang urusan G 30 S, terbunuh menjadi tumbal negara). Jatuhnya Presiden Soeharto juga diuraikan dengan jelas, bahwa di antara faktor penyebabnya ialah soko turune dhewe, karena anak-anaknya terlalu rakus dalam mengumpulkan harta. Sedangkan yang mendorong kejatuhan Presiden Soeharto ialah yen wis ono wong kang kerokan, glindingan, lan senuk-senuk padha mlaku. Kerok, glinding, dan senuk adalah nama kartu kecil dalam kartu ceki. Artinya, seperti yang telah terjadi, Presiden Soeharto jatuh setelah rakyat kecil bergerak.

Yang lebih vulgar adalah bab ketiga. Disebutkan bahwa Presiden RI ketiga (Rojo Katelu) soko tanah sebrang peparap Mak Kasar (berasal dari tanah seberang yang bernama Mak Kasar). Mantan Presiden Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie adalah tokoh sipil dari Makasar. Dalam kepemimpinan Presiden Habibie, Indonesia kian kacau (Tanah Jawa ora malah tenterem, mung ndadekne kocar-kacire bangsa lan negara). B.J. Habibie juga melaksanakan teferendum di Timor Timur yang mengakibatkan lepasnya wilayah provinsi di Pulau Timor bagian timur (nyuwil negara kang ana sisih wetan panggone). Akibatnya, ia menduduki kursi kepresidenan hanya selama 512 hari (suwene mung sak umur bayem).

Dalam bab keempat disebutkan bahwa Rojo Kapapat adalah pemimpin yang tanpa netro bisa maca tanpa suku bisa mlaku (tidak punya mata tapi bisa membaca dan tidak punya kaki tapi bisa berjalan). Presiden RI keempat K.H. Abdurrahman Wahid adalah orang yang pengelihatannya amat sangat terbatas, bahkan nyaris buta, dan ke mana-mana harus dibimbing. Pada era kepemimpinan Gus Dur, keran demokrasi yang semula tertutup rapat dibuka lebar-lebar. Akibatnya, masyarakat sering berbicara atau bertindak melampaui batas seolah dalam negara tidak terdapat peraturan (para kawula alit lir kados medale laron sing kurang duga, tumpang suh mabure). Para Bupati dan pejabat di daerah seolah tidak ada artinya di hadapan masyarakat (para manggalaning praja mantra bupati ora ana ajine).

Uraian tentang Rojo Kaping Limo tidak terlalu terlalu panjang, tetapi juga cukup gamblang, bahwa yang menjadi Presiden RI kelima ialah keturunan Heru Cokro (Bung Karno). Megawati yang menjadi presiden menggantikan Gus Dur dapat menciptakan ketenteraman negara dalam waktu sementara (saged damel sireping negari sak mentawis).

Tidak seperti bab-bab lain, bab keenam menyebutkan bahwa Rojo Kaping Enem berpasangan dengan tokoh dari daerah luar Jawa (bebarengan satriya saka Tanah Sebrang), yakni H.M. Jusuf Kalla yang berasal dari Makassar. Pada masa kepemimpinan

Presiden RI keenam (Susilo Bambang Yudhoyono), Indonesia dilanda berbagai macam bencana (negara akeh prahara), di antaranya ialah gelombang dahsyat yang melanda wilayah Aceh dan Sumatera Utara serta luberan lumpur panas di Sidoarjo. Karena itu, Presiden RI keenam yang gagah dan berwajah tampan (sulistiyo ing rupo) disebut Rojo Notokusumo, yakni pemimpin yang menata (menaburkan) bunga.

Dalam bab ketujuh dijelaskan bahwa Presiden RI ketujuh ialah putra Begawan Srikilokilo bernama Joko Lelono. Bab ini tidak kami uraikan seperti bab-bab sebelumnya karena tujuan penulisan buku ini bukan menerjemahkan pakem tersebut untuk mempublikasikan atau memperkenalkan nama calon presiden. Tujuan penulisan buku ini bukan untuk dukung-mendukung, melainkan hanya menyampaikan ”isyarat” dari para pinisepuh sebagai acuan berpikir dalam memilih pemimpin yang akan datang. Yang kami sampaikan dalam bab ketujuh ialah keinginan dan harapan kita bersama sebagai bangsa yang sangat mendambakan agar Presiden RI ketujuh adalah sosok yang benar-benar dapat menghindarkan bangsa dan negara dari kehancuran serta membawanya menuju ke masa kejayaan
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | JGA | Radarjember.Com
Copyright © 2011. RAngkuman Berita Terbaru - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Radarjember.Com
Proudly powered by Blogger